Tulisan ini saya buat pada laporan akhir divisi hukum dan penanganan pelanggaran pemilu Panwaslu Kec. Tarogong Kidul pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat, serta pemilihan bupati dan wakil bupati Garut tahun 2018.
Pada postingan kali ini, saya akan sedikit mengulas tentang sekelumit problematika dalam penanganan pelanggaran pemilu. Mari kita simak,
Terdapat sejumlah problematika penanganan pelanggaran
yang ditemukan oleh Panwaslu kecamatan Tarogong Kidul. Panwaslu kecamatan
Tarogong Kidul terutama divisi hukum dan penanganan pelanggaran mendapatkan
beberapa hal yang menjadi hambatan dalam penanganan pelanggaran pemilu dan
sengketa proses pemilu, di antaranya:
1.
Limitasi
Waktu Penanganan Pelanggaran,
Dalam penanganan pelanggaran yang terdiri atas laporan
dan temuan dugaan pelanggaran, Panwaslu Kecamatan memiliki waktu 3 hari untuk
memproses dengan memiliki tambahan waktu 2 hari untuk melengkapi syarat formil
maupun materil. Adapun putusan mengenai penanganan pelanggaran pemilu maupun
sengketa proses pemilu hanya diberikan waktu penyelesaian hanya dalam kurun
waktu 7 hari.
Limitasi waktu penanganan pelanggaran dan sengketa
proses pemilu yang relative singkat tersebut menjadi hambatan terbesar para
pengawas pemilu dalam menyelesaikan sejumlah kasus yang dihadapi. Sehingga
mengakibatkan adanya kehawatiran jika tidak bisa terselesaikannya sebuah
laporan atau temuan dugaan pelanggaran di wilayah kecamatan Tarogong Kidul.
- Kesadaran Masyarakat Untuk Membuat Laporan Dugaan Pelanggaran Yang Masih Rendah,
Peran serta partisipasi masyarakat sangatlah
dibutuhkan dalam hal pelaksanaan pengawasan pemilu. Diharapkan masyarakat
memiliki keberanian pula untuk melaporkan peristiwa / kegiatan yang diduga
melanggar peraturan perundang-undangan kepemiluan.
Sedangkan berdasar pengalaman Panwaslu kecamatan
Tarogong Kidul, masyarakat masih merasa riskan untuk melaporkan secara resmi
terhadap dugaan pelanggaran pemilu. Mereka pro aktif dalam memberikan
informasi, namun pada nyatanya masih enggan untuk melaporkan dugaan pelanggaran
pemilu yang mereka ketahui.
Untuk itu diperlukan kepiawaian pengawas pemilu untuk
membujuk masyarakat agar mau secara bulat hati melaporkan berbagai dugaan
pelanggaran pemilu yang mereka ketahui. Di samping itu, harus ada payung hukum yang
melindungi kerahasiaan pelapor pelanggaran pemilu. Supaya masyarakat merasa
aman dari berbagai ancaman ketika melaporkan sebuah dugaan pelanggaran pemilu.
3.
Tidak
Jelasnya Alamat Dan Nomor Kontak Dari Tim Sukses / Tim Kampanye Dari Para
Peserta Pemilu,
Salah satu hambatan yang pernah ditemui Panwaslu
kecamatan Tarogong Kidul adalah ketidak jelasan alamat dan atau nomor kontak
dari tim sukses / tim kampanye pasangan calon bupati dan wakil bupati Garut
tahun 2018.
Pada suatu kasus dugaan pelanggaran administrasi yang
ditemukan, yakni pemasangan APK (alat peraga kampanye) pada bukan tempatnya.
Dalam formulir isian alamat terlapor, kita mengalami kesulitan. Pada nyatanya,
KPUD Garut tidak bisa memberikan alamat dari pihak terlapor. Hal yang sangat
memilukan.
4.
Pembentukan
Sentra Gakkumdu yang Terkesan Terlambat,
Sentra gakkumdu merupakan lembaga satu atap yang
menangani tindak pidana pemilu. Panwaslu sendiri tidak mempunyai kewenangan
untuk menangani tindak pidana pemilu.
Sedangkan Panwaslu kecamatan memiliki tugas untuk
mengawasi setiap tahapan pemilu di wilayah kecamatan. Tahapan pemilu pertama
yang diawasi oleh Panwaslu kecamatan adalah tahapan pemutakhiran data pemilih
serta penetapan daftar pemilih sementara (DPS) dan penetapan daftar pemilih
tetap (DPT).
Olehkarena itu, idealnya sentra gakkumdu sudah
dibentuk sebelum tahapan pemutakhiran data pemilih serta penetapan daftar
pemilih sementara (DPS) dan penetapan daftar pemilih tetap (DPT).
Belum lagi pada nyatanya, pengawasan tahapan di
wilayah kabupaten / kota dimulai pada tahapan pencalonan terkait persyaratan
dan tata cara pencalonan pasangan calon bupati dan wakil bupati. Jadi, sentra
gakkumdu sudah harus dibentuk jauh-jauh hari sebelum tahapan pemilu mulai
diawasi Pengawas pemilu. Sehingga ketika ada temuan atau laporan yang masuk
kepada Panwaslu Kecamatan bisa langsung diteruskan kepada sentra gakkumdu.
5.
Kurangnya
Koordinasi Penanganan Pelanggaran.
Beberapa temuan dan laporan terkait dugaan tindak
pidana pemilu diserahkan Panwaslu kecamatan Tarogong Kidul kepada sentra
gakkumdu melalui Panwaslu kab. Garut. Sebagaimana mestinya, dalam kurun waktu 1
x 24 jam bahwa dugaan tindak pidana harus segera diteruskan kepada sentra
gakkumdu. Dan sentra gakkumdu mempunyai waktu selama 7 hari dalam menangani kasus
tindak pidana pemilu.
Namun, setelah tujuh hari dinanti, tidak ada kabar
kelanjutan mengenai proses penanganan tindak pidana pemilu yang telah
dilaporkan. Bahkan, kami mengalami kebingungan ketika mencoba mencari tahu
sejauh mana kasus tersebut mendapat tindakan.
Kami mendapat dua jawaban berbeda dari dua orang
komisioner Panwaslu Kab. Garut atas laporan dan temuan tindak pidana pemilu
yang diteruskan oleh Panwaslu kec. Tarogong Kidul. Dimana satu jawaban
mengatakan saat temuan dan laporan masuk pada saat itu sentra gakkumdu belum
terbentuk. Jawaban lainnya mengatakan bahwa laporan dan temuan yang masuk tidak
memenuhi unsur materil, dimana dibutuhkan uji forensik dalam pembuktian
dukungan palsu terhadap salah satu pasangan calon dari perseorangan (saat itu
laporan dan temuan tindak pidana mengenai dugaan pemalsuan dukungan oleh
pasangan bakal calon bupati dan wakil bupati Garut dari perseorangan).
Dari peristiwa
tersebut, dapat dirasakan bahwa jalur koordinasi dalam hal penanganan
pelanggaran belumlah optimal sehingga menjadi salah satu hambatan terbesar
dalam penindakan pelanggaran pemilu di daerah.